Sabtu, 26 Januari 2008

Zahir



Oleh : Paulo Coelho
Penerbit : Gramedia (2006)

Menurut kata-kata seorang bijak Persia : Cinta adalah penyakit yang tak seorang pun ingin bebas darinya. Mereka yang tertular tak ingin sembuh, dan mereka yang menderita tak ingin diobati. (halaman 429)

Tokoh utama dalam novel ini, yang sedari awal tidak disebutkan siapa namanya. Kecuali diposisikan sebagai kata ganti orang pertama tunggal (Aku).

Aku dalam novel ini mau tidak mau membuat pembaca membayangkan Paulo Coelho sendiri sebagai pelaku utama karangan tersebut. Alasannya, karena tokoh utama berprofesi sebagai pengarang buku. Aku yang berprofesi sebagai pengarang buku sukses, suatu hari ditinggalkan istrinya tanpa alasan dan tanpa jejak.

Dalam kondisi tersebut, tokoh utama mengalami fase yang manusiawi. Umumnya orang baru sadar betapa berharganya hal yang ia miliki, justru ketika hal itu sudah hilang dari kehidupannya. Tokoh “Aku” pun demikian. Awalnya ia menjadi manusia bingung. Mencari apa yang salah dari dirinya, apa yang terlewat tak diperhatikan,
hingga akhirnya Ia belajar melupakan dan meneruskan kehidupan.

Namun, dalam fase kehilangan itu, sang istri menjelma menjadi Zahir bagi Aku. Zahir, dalam bahasa Arab berarti terlihat, ada, tak mungkin diabaikan. Pengarang Jorge Luis Borges menjelaskan Zahir adalah seseorang atau sesuatu yang sekali kita mengadakan kontak dengannya atau dengan itu, lambat laun memenuhi seluruh pikiran kita. Sampai kita tidak bisa berpikir tentang hal-hal lain. Keadaan itu bisa merujuk pada kesucian atau kegilaan. Hal ini berasal dari tradisi Islam dan diperkirakan muncul pada sekitar abad ke-18. (Encyclopaedia of the Fantastic (1953)).

Dalam masa kehilangan dan pencarian, si pengarang buku itu menemukan pencerahan dan jati diri yang baru. Ia juga dituntun kejadian-kejadian untuk menemukan sang kekasih hati di saat dan waktu yang tepat. Pada penutupan cerita memang menjadi cerita happy ending. Namun, fase pencarian itu yang menjadi jalinan menarik bagi pembaca.

Berawal dari buku yang paling larisnya “Sang Alkemis”, lalu “Di Tepi Sungai Piedra Aku Duduk dan Menangis”, saya ‘jatuh cinta’ pada Paulo Coelho. Bagi saya, pengarang kelahiran Brasil ini adalah rangkaian kalimat indah dan sarat makna. (Thanks juga kepada penerjemah yang berhasil mengalih bahasakan karangan tanpa menghilangkan pesona).

Dalam karyanya (berdasarkan yang sudah Saya baca) rata-rata mencerminkan pencarian kebahagiaan, arti diri, serta makna hidup bagi tokoh dalam novelnya.

Zahir terasa lebih nge-pop bagi saya dibandingkan karya Coelho yang kubaca sebelumnya. Yah, tapi secara umum, good book. Luangkan waktu, buka bukunya yang lumayan tebal, dan mari terbawa ke Prancis, Portugis, dan Kazakhstan.

Kamis, 17 Januari 2008

The Complete Persepolis


Sejak pertama baca novel grafis buatannya yang berjudul "Embroideries" (sudah dialihbahasakan ke Bahasan Indonesia), saya sudah suka dengan perempuan ini, penulis asal Iran bernama Marjane Satrapi. Akhirnya, setelah pencarian yang lumayan lama, saya dapat juga novel grafis "The Complete Persepolis" buatan Satrapi, terbitan Pantheon (versi Bahasa Inggris). Film animasinya malah diputar sebagai film pembuka di Jiffest tahun ini. Saya penasaran sih dengan filmnya, tapi kok saya nggak terlalu antusias untuk nonton Jiffest kali ini ya.

Membaca novel grafis ini, pembaca bisa tau jalan pikiran Marji (nama panggilan Marjane). Dia sengaja menulis "Persepolis" supaya orang-orang tau seperti apa sih situasi di Iran, apa pendapat miring orang-orang tentang tanah kelahirannya itu sepenuhnya benar? Orang-orang kan hanya melihat dan mendengar tentang Iran dari TV. Mereka nggak tau seperti apa sebenarnya revolusi yang terjadi di sana, sampai akhirnya negara tradisional itu jadi negara religius Islam. Di sini, kisah mengenai kondisi dan revolusi Iran diceritakan Marji dengan gaya bahasa ringan dan lucu, sebagai penghias kisah hidupnya dan keluarganya, mulai dari masa kecil sampai akhirnya dia hijrah ke Perancis.

Yang menarik jelas cara penyampaian kisahnya, dalam bentuk komik. Sebenarnya saya juga masih bingung, apa sih beda novel grafis dengan komik? Hihi, sepertinya sama saja deh. Atau mungkin beda keduanya terletak pada bobot ceritanya ya? Kalau pengin tau alasan Marji membuat "Persepolis", Anda bisa masuk ke sini.