Selasa, 22 Desember 2009

Breakfast at Tiffany’s

Pengarang : Truman Capote Penerjemah : Berliani M. Nugrahani
Halaman : 164 halaman
Penerbit : PT Serambi Ilmu Semesta – Jakarta (Cetakan I : Februari 2009)



Truman Capote semasa hidupnya adalah seorang wartawan The New York Times, dan pengarang terkemuka, buku novelnya In Cold Blood (1966) yang dibuat berdasarkan kisah nyata sebuah pembunuhan sadis dari sudut pandang si pembunuh, melahirkan gaya jurnalisme sastrawi.

Kisah hidupnya sendiri seperti diangkat dalam film Capote (2005) dan Infamous (2006) sangat menarik. Flamboyan. Tukang pesta yang akrab bergaul dengan kalangan atas Hollywood. Bisa jadi novel "Breakfast at Tiffany’s" yang dibuat pada 1958 ini merupakan pengamatan Capote terhadap orang-orang disekitarnya.

Breakfast at Tiffany’s yang melambungkan nama Capote sebagai pengarang papan atas Amerika, menjadi salah satu novel pop culture yang klasik.

Dalam novel ini Capote memotret kaum sociopathic social climber, mimpi hidup enak di kota besar dan berupaya mencapainya dengan berbagai cara. Tokoh utamanya adalah Holly Golightly, seorang artis muda yang ingin hidup mewah di New York. Ia pun dikenal di kalangan atas sebagai ratu pesta, gadis panggilan sekaligus kaki tangan Mafia.

Holly gemar memandangi jendela etalase toko perhiasan Tiffany’s di Manhattan sambil menyantap croissant sebagai sarapan pagi. Sebenarnya masa lalu Holly kelam. Ia lahir dari kalangan miskin, menikah di usia 14 tahun, kabur dari suami, dan pindah dari Hollywood ke New York.

Sosok Holly diceritakan dari sudut pandang Paul Varjak –sebagai ”Aku”- tetangga apartemen sekaligus pria yang mengagumi Holly.

Cerita novel ini kemudian diangkat ke layar lebar pada 1961. Hanya saja, jika dalam akhir cerita novel menggantung dengan menghilangnya Holly Golightly, di film menjadi happy ending khas Hollywood. Mungkin ini menghilangkan esensi cerita Capote sebenarnya. Yaitu ”....Kau bisa mencintai seseorang tanpa menjadikannya seperti itu. Kau tetap menjadikannya orang asing, Orang asing sekaligus teman.” (Halaman 17) . Ini yang mendasari ikatan kuat antara Golighty dan sosok ”Aku” yang sama-sama orang asing bagi satu sama lain.

Filmnya sendiri menjadi salah satu film klasik, Simak penampilan Audrey Hepburn –pemeran Holly Golightly- yang menjadi gaya abadi hingga kini : little black dress, kalung mutiara, kaca mata super besar, dan mantel panjang.

Saat membuka lembaran-lembaran awal mungkin pembaca merasa jenuh dan monoton. Namun simak saja terus buku yang cukup tipis (hanya 164 halaman, sudah termasuk pengantar biografi pengarang, serta catatan Breakfast at Tiffany’s dalam lagu dan film) dan Anda pasti ingin membacanya sampai habis.

Senin, 21 Desember 2009

Avatar: Ketika Manusia Menjadi Alien

bayangan manusia mengenai alien sudah banyak digambarkan di film-film. bagaimana bila manusia sendiri justru yang menjadi alien bagi mahluk di planet lain? James Cameron sang sutradara mencoba mengangkat pertanyaan ini dalam film Avatar.

keindahan planet Pandora (sebetulnya Pandora adalah bulan dari planet Polyphemus berjarak 4,5 tahun cahaya dari bumi) divisualkan demikian fantastik dalam film ini beserta para penghuninya. namun bukan itu yang dicari Kolonel Miles Quaritch, melainkan bebatuan yang berharga 20 juta USD sekilo. sifat dasar kemaruk menjadikan 'alien' ini berusaha mengeksploitasi planet Pandora tempat mahluk Na'vi bermukim. sebuah tim Avatar dikirim menyaru sebagai bagian mahluk Na'vi untuk mempelajari lokasi.

seorang prajurit AL berkaki lumpuh bernama Jake Sully ikut serta dalam program ini. dia dibaringkan dalam sebuah kapsul, seketika pikiran dan jiwanya masuk ke dalam Avatar berwujud Na'vi yang berbadan tinggi, kulit kebiruan, bermata bola serta memiliki ekor. di sinilah petualangannya di Pandora dimulai. Jake bertemu Neytiri, anak gadis kepala suku Na'vi dan jatuh cinta padanya. Jake diperhadapkan pilihan dilematis: melanjutkan misi Kolonel Miles Quaritch atau justru melindungi Pandora dari keserakahan manusia yang ingin menguasainya.

gambar-gambar disajikan dengan sangat apik sehingga film berdurasi 2,5jam tidak membosankan, apalagi bila ditonton dalam format film 3 atau 4 dimensi, tentu akan lebih memacu adrenalin. beberapa adegan dalam film ini juga seperti hendak mengingatkan penonton akan kelestarian alam serta beberapa pesan moral. namun beberapa adegan patut menjadi kewaspadaan juga: kebiasaan merokok, adegan kekerasan, serta sensualitas. selebihnya, siapkan makanan ringan serta nikmatilah keindahan gambar alam Pandora yang disajikan dengan efek visual CGI nyaris sempurna.

kalau coba dibanding-bandingkan film Avatar merupakan perpaduan apik dari film Lord of The Rings, Pocahontas dan Star Trek! unsur-unsur ketiganya teramu komplet di dalamnya, ditambah bumbu daya imajinasi tanpa batas, maka lengkaplah ramuan yang disajikan James Cameron setelah film Titanic yang dibesutnya meledak di pasaran.

harap penonton masih dapat membedakan mana dunia nyata dan dunia mimpi setelah menyaksikan Avatar. sebagaimana Jake Sully yang bertanya-tanya: "Everything is backwards now, like out there is the true world and in here is the dream". dunia mimpi seringkali tampak lebih nyata daripada kenyataan itu sendiri.

Avatar menurut saya layak mendapat angka 8,5 dari skor 10.