Senin, 13 Juli 2009

Sang Penyihir dari Portobello (The Witch of Portobello)

“Jalan Spiritual Wanita Portobello”

Pengarang : Paulo Coelho
Penerjemah : Olivia Gerungan
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama, Maret 2009
Tebal : 308 halaman



Paulo Coelho saat ini termasuk salah satu novelis terkemuka di dunia. Berbagai karya termasuk ke dalam best seller, dan sudah diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia seperti Sang Alkemis, Di Tepi Sungai Piedra Aku Duduk dan Tersedu, Veronika Memutuskan Mati, The Zahir, dan 11 Menit.

Sebagian besar karyanya di atas, menggambarkan pencarian jati diri sang tokoh cerita, pengorbanan dan cinta. Selain itu, kekuatan untaian kata Coelho dalam bercerita seringkali membawa pembaca terhenti sejenak untuk merenungi dan meresapi kalimat di dalam cerita.

Bisa jadi karya-karya diatas terinspirasi dari perjalanan hidup Coelho sendiri. Berasal dari kelas menengah Brazil, Coelho mendapat tentangan dari kedua orangtua ketika ingin menekuni dunia artistik atau menjadi penulis.

Coelho muda pun memberontak. Bergabung dalam gerakan gerilya dan hippy, lalu terinspirasi jejak langkah Carlos Castaneda- berkelana ke penjuru Amerika Latin mencari pengalaman spiritual.

Ia sempat mengikuti gerakan pro kebebasan yang membuatnya berurusan pada represi kaum militer, hingga akhirnya di usia 26 tahun Coelho memutuskan bekerja tenang sebagai eksekutif di industri musik. Niat menulis tidak pernah serius dijalani hingga ia didatangi seorang pria dalam mimpinya. Pria tersebut menyarankan supaya Coelho kembali ke iman Katolik dan mempelajari sisi baik sihir.

Coelho benar-benar menemukan pria yang ditemui dalam mimpi dua bulan kemudian, di sebuah kafe di Amsterdam. Coelho lalu melanglang menyusuri Jalan ke Santiago, rute musafir abad pertengahan, yang mengilhaminya menulis The Pilgrimage setahun kemudian (tepatnya 1987) sebagai gambaran pengalaman dan penemuan bahwa hal-hal luar biasa bisa terjadi pada orang biasa.

Di buku Sang Penyihir dari Portobello, tokoh utama wanita bernama Athena, sepertinya orang kebanyakan. Namun memiliki daya spiritual yang tidak dimiliki orang kebanyakan.

Athena lahir dari rahim seorang Gipsi di Rumania, dan saat berumur kurang dari 3 bulan diadopsi oleh orang kaya asal Beirut, dibawa pulang ke negeri di Timur Tengah tersebut dan diberi nama Sherine Khalil.

Atas saran paman yang sepertinya tahu bahwa nama berbau Arab akan membawa masalah di kelak kemudian hari, mereka memanggil gadis ciliknya dengan sebuah nama yang cenderung netral. Athena merujuk pada dewi kebijaksanaan, kecerdasan, dan peperangan bagi orang Yunani.

Dari kecil Athena ’berbeda’ dari gadis lainnya. Ia punya kecendrungan religius yang kuat, mengatakan dirinya dikelilingi sekumpulan teman tak terlihat, dan meramalkan perpecahan panjang di Beirut. Ramalan itu menjadi kenyataan, lalu dia bersama keluarga pun migrasi ke Inggris, menikah di usia muda, bercerai dan menjadi single mother dari satu putra.

Athena terus mencari ’ruang kosong di dalam diri’. Hanya satu yang membuat dirinya tenang. Ia menemukan kebahagiaan dalam tarian hingga membawanya trans.

”......Menarilah dengan hanya diiringi suara perkusi; ulangi prosesnya setiap hari; ketahuilah bahwa, pada momen tertentu, matamu akan terpejam secara amat alami, dan kau akan mulai melihat cahaya yang datang dari dalam, cahaya yang menjawab pertanyaan-pertanyaanmu dan membangun kekuatanmu yang tersembunyi,” demikian kata Pavel Podbielski, pemilik apartemen. Ppria imigran Polandia ini membuat Athena paham untuk pertama kalinya bahwa menari bisa membawanya pada kepuasan spiritual.

Namun pencarian ’ruang kosong dalam diri’ belum berhenti ketika Athena memahami jalan cahaya (Vertex) yang berasal dari tradisi Siberia. Ia memboyong Viorel, sang anak, pergi ke Dubai dan sukses menjadi agen properti. Akan tetapi, keberhasilan secara materi tak pula membawa kebahagiaan. Di kota ini Athena sempat belajar kaligrafi, hingga akhirnya ia memutuskan menelusuri jejak ibu kandung ke Rumania, yang justru mempertemukan dirinya dengan Edda yang akhirnya menjadi guru spiritualnya.

Athena selanjutnya menularkan ajaran spiritualnya ke penduduk London, dalam bentuk kebijaksanaan universal Hagia Sofia, dan pada akhirnya menimbulkan reaksi pro dan kontra. Ada pengikutnya, dengan tujuan bermacam-macam. Menemukan kebahagiaan, atau sekadar ingin tahu dan minta diramal. Sebaliknya kelompok penghujat menjulukinya sebagai Sang Penyihir dari Portobello.

Hingga suatu hari ditemukan mayat wanita yang identitasnya dikenali sebagai Athena.

Kisah tentang Athena bergulir paska kematiannya, dari penuturan orang ketiga. Heron Ryan, jurnalis yang jatuh cinta pada Athena sejak pertemuan di Rumania. Guru spiritual Athena, Deidre O’Neill atau lebih dikenal dengan nama ”Edda”. Ibu angkat Samira R. Khalil, Andrea McCain (aktris), Sejarawan Antoine Locadour, pemilik apartemen tempat Athena pernah menyewa kamar, dan mantan suami Athena. Masih adapula tokoh-tokoh lain yang sempat bersinggungan dengan wanita yang meninggal sebelum berusia 30 tahun itu.

Darah Gipsi mengalir dalam tubuh Athena yang membuatnya menikmati bunyi-bunyian dan tarian. Ditinjau dari ilmu antropologi kita juga memahami tradisi lama menghormati Dewa, Yang Maha Agung, atau Maha Besar dalam bentuk tarian pemujaan. Misalkan Whirling Dervishes dalam aliran Sufisme. Atau dalam buku ini menyebutkan tentang tari jalan cahaya atau Vertex dari kaum Siberia yang diajarkan oleh Podbielski.

Athena menemukan kedamaian dalam Tuhan yang feminin. Tuhan dalam bentuk ”Dewi” atau ”Ibu” dalam pencarian ibu kandungnya. ”Dewi” yang memberikan sisi wanita yang melindungi kita di saat bahaya, menemani saat kita menjalankan kegiatan sehari-hari dengan penuh cinta dan sukacita. Sekali lagi kita diingatkan akan cinta, sebuah kisah perjalanan menemukan kedamaian spiritual dan pengorbanan atas nama cinta.

3 komentar:

Bang Sehat mengatakan...

thanks for review. minta izin muat juga di blog ku dengan beberapa tambahan dan pengurangan.

Aura-Azzura mengatakan...

@Sehat Ihsan Shadiqin:
maaf jika reply saya terlambat... silahkan Mas, jika mau dimuat di blog pribadi, asalkan jangan lupa cantumkan sumbernya.

Sang Pemimpi mengatakan...

Aku suka sama plot dan gaya berceritanya yang beda. Dari sini kita bisa tau kalo Paulo Coelho itu penulis yang suka bereksperimen, enggak terjebak sama gaya bercerita mainstream dan mencoba cara baru dan nyeleneh untuk menyampaikan kisahnya. Meskipun enggak sebagus Sang Alkemis, tapi aku tetap suka dengan novel ini. Ada banyak pesan juga, meskipun beberapa diantaranya aku enggak ngerti, heheheh.
Btw salam kenal ya, Kreta Amura