Sabtu, 21 April 2012

The Raid (Serangan Maut)


Pemain: Iko Uwais, Ray Sahetapy, Pierre Gruno
Sutradara: Gareth Huw Evans
Produser/Produksi : Ario Sagantoro/PT Merantau Films
Tayang di Indonesia : Maret 2012

Aksi martial art dalam gerakan cepat, tembak-tembakan, darah berceceran, dan film Indonesia. Ini menjadi benang merah yang dapat Saya simpulkan usai menonton film The Raid.

Ya. Film bergenre action di tanah air lumayan jarang. Dan kalaupun ada yang berniat membuatnya, mungkin bakal terjebak dalam kompromi pasar. Takut tidak laku maka akan memasang artis-artis cantik berbalut busana minim, slapstick atau jalan cerita serba kebetulan. 

Tapi The Raid jauh dari hal tersebut. Bahkan kalau dihitung jumlah perempuan yang hadir hanya dua orang,  masing-masing wanita muda tengah hamil besar dan ibu paruh baya tengah sakit-sakitan terbaring di ranjang.

Garis besar jalan cerita tentang misi sebuah pasukan khusus, sebut saja sebagai SWAT (Special Weapon and Tactics) yang di Amerika Serikat menjadi pasukan elit kepolisian dan telah dikenal istilahnya secara internasional, menyerbu blok apartemen tak terurus, tempat Tama (Ray Sahetapy) bandar  narkoba bersarang. Tempat tersebut dijaga ketat dan memiliki banyak penjahat yang siap bertempur habis-habisan untuk mempertahankan kenyamanan wilayahnya.

Terjebak di lantai 6 tanpa komunikasi dan diserang oleh penghuni apartemen yang diperintahkan oleh Tama, membuat tim SWAT  harus berjuang melewati setiap lantai agar bisa menyelesaikan misi dan bertahan hidup.
Di balik tugas menyelesaikan misi utama ini, terselip cerita pengkhianatan dan kebobrokan aparat yang sudah cukup familiar di dalam dunia nyata. Kongkalikong bos penjahat dengan aparat. Serta terselip pula reuni kakak-adik.  

Saat pasukan khusus menyerang, bak video game aksi yang mengharuskan setiap lantai dilewati dengan pertarungan hidup mati. Untuk berhasil keluar dari gedung apartemen, mereka harus mencapai lantai paling atas dan di setiap lantai menghadapi penjahat yang siap menghunuskan parang, golok, pisau, atau menggunakan senjata api laras pendek dan panjang. Jika Jaka dkk berhasil mencapai lantai paling atas berarti sekaligus menangkap gembong narkoba Tama.

Aksi laga di film ini memancing sejumlah pujian dari kritikus film luar negeri. Film ini juga berhasil menyabet penghargaan Midnight Madness di ajang Toronto International Film Festival 2011. Selain itu diputar di festival Sundance Film Festival, dan penggarapan musik untuk peredaran di Amerika Serikat  dibuat oleh Mike Shinoda dari Linkin Park.

Meskipun di berbagai ulasan disebutkan bahwa dasar aksi laga di dalam film ini berbasiskan pencak silat, namun saya pribadi awam terhadap gerakan olah pertahanan tubuh asli negeri sendiri ini, yang konon berasal dari suku bangsa Melayu nusantara. Selama ini indra penglihatan saya dimanjakan oleh aksi martial art ala film Hong Kong/Cina.  Jadi saya asumsikan gerakan bela diri yang khas Indonesia itu, terlihat melalui kuda-kuda atau menapakkan kaki untuk memperkokoh posisi tubuh, teknik pukulan tangan yang cepat dan jarka dekat dalam tarung antara dua orang, atau teknik mengunci lawan supaya tidak berdaya.  

Film yang ditetapkan label D (Dewasa) memang tepat adanya karena aksi sadis yang kadang mencekam, berdarah-darah, dan kata “Anjing” yang bertabur di sepanjang film.  Namun tepat jika kita ucapkan salut atas ide ceritanya. 

Tidak ada komentar: