Rabu, 26 Mei 2010

Frost/Nixon

Pemain : Michael Sheen, Frank Langella
Sutradara : Ron Howard
(2008)


Jika acara talkshow televisi ibarat ring tinju, maka harus ada yang menang dan kalah. Dan ini yang terjadi dalam talkshow Frost vs Nixon.

Terbongkarnya penyadapan telepon di kubu Partai Demokrat, yang dikenal dengan sebutan Skandal Watergate, membuat Richard Nixon (Frank Langella) resmi mengundurkan diri dari jabatan sebagai Presiden AS.

Di tengah perdebatan antara perlunya Nixon minta maaf kepada rakyat Amerika, di saat itu pula pembawaa acara talkshow asal Inggris, David Frost (Michael Sheen), justru ingin mengajukan wawancara eksklusif bersama Nixon untuk ditayangkan di televisi.

Tawaran wawancara dari Frost disambut baik oleh kubu Nixon. Reputasi Frost selama ini sebagai presenter ganteng yang mengawali karir sebagai pelawak, flamboyan, mengelola acara non-politik, dianggap akan mengembalikan citra positif Nixon dalam sebuah sesi tanya-jawab ringan.

Melalui film sepanjang 1 jam 51 menit ini, penonton bisa mengetahui tentang dunia pertelevisian. Kejadian berlangsung pada tahun 1977 ternyata “rating” sudah menjadi tolok ukur sementara “iklan” bagai “infus” sebuah acara.

Frost pada awalnya kelimpungan mencari sumber dana untuk membiayai ongkos produksi rekaman. Menurut Frost, tayangan wawancara Nixon pasca pengunduran dirinya bakal menarik rating tinggi dengan asumsi sekitar 400 juta penonton di seluruh dunia akan menyaksikan tayangan tersebut.

Namun kenyataan yang ditemui di lapangan ternyata salah. Image negatif di masyarakat dan kontroversi yang melekat membuat sosok Nixon (dianggap) tak bakal mengundang penonton.

Frost mengalami berbagai penolakan. Sejumlah stasiun berita enggan membeli ataupun mendanai. Konsep acara ini dinilai tak punya nilai jual. Simak pula salah seorang petinggi stasiun televisi di AS menolak Frost dengan kalimat, “Maaf, tapi peraturan kami tidak membayar sebuah wawancara berita.”

Memang, Nixon memperoleh bayaran untuk wawancara tersebut.

Kemudian kita simak pada paruh awal film, bagaiamana Frost mempersiapkan acara dibantu produser dan periset untuk mempersiapkan sejumlah pertanyaan dan menggali informasi.

Sedari awal kita disadarkan pada sosok Nixon yang keras berhati baja, sebagai negarawan kaya pengalaman tampil penuh percaya diri dan menguasai sesi wawancara. Sedangkan Frost yang berkemauan kuat tampil bak petinju hijau yang sempat kelimpungan terkena jab-jab Nixon.

Sesi wawancara ini berlangsung 4 kali. Dimana syuting selama tiga hari berturut-turut, lalu terhenti karena perayaan Paskah. Selama jeda syuting, Frost yang dalam rangkaian sebelumnya seolah bakal tampil sebagai pecundang, mengumpulkan bahan bersama timnya.

Dengan amunisi yang lebih tajam pada sesi terakhir, melalui bekal investigasi ke perpustakaan pengadilan federal, Frost melontarkan pernyataan kunci bahwa dia mewakili pikiran di benak hampir seluruh masyarakat AS, apakah mantan Presiden menyesal atas Skandal Watergate.

Gotcha! Caption bagus ketika kamera televisi menyorot wajah Nixon secara closeup, di sesi terakhir wawancara.

Usai menjawab pertanyaan tampak wajah Nixon yang murung. Mata menerawang menyiratkan seseorang yang sedang flash back kembali ke masa lalu, mengurutkan rangkaian peristiwa hingga dia mengambil satu keputusan yang mungkin akan menghasilkan keluaran berbeda jika langkah lain yang dia ambil.

Sebuah keputusan telah diambil oleh Nixon, termasuk mengeluarkan apa yang selama ini dia pendam dalam benaknya. Nixon telah Knock Out (KO).

Anda tiba-tiba melihat sosok Nixon yang semula bagai petinju tegar, haus kemenangan, berubah menjadi orang yang perlu dikasihani. Kita sebagai penonton pun sempat bertanya, sebenarnya apa tujuan tayangan televisi yang mencecar sebuah pengakuan kesalahan dari seorang tua yang sudah terbuang dari puncak karir politiknya?

Walhasil Nixon bagai mantan peraih gelar tinju kelas dunia, yang ngotot kembali ke arena ring, untuk kemudian menyadari bahwa dirinya sudah tamat justru ketika sudah di atas kanvas ring.

Rating tayangan ini dianggap tersukses sebagai sebuah talkshow, Frost menjadi pemenang di arena ini.

Film ini memang diangkat dari kisah nyata. Sebelumnya kita ketahui film All the President’s Men (1976), yang dibintangi oleh Dustin Hoffman dan Robert Redford mengangkat cerita nyata tentang dua wartawan The Washington Post, Bob Woodword dan Carl Bernstein membongkar skandal Watergate yang melibatkan Presiden AS, Richard Nixon di era 1970-an.

Dalam film ini penonton disuguhkan teknik jurnalisme investigasi dua wartawan media cetak mengendus keterlibatan Nixon dalam penyadapan, termasuk teknik penelusuran menggunakan narasumber anonim bersandi “Deep Throat”.

Sehingga Film Frost/Nixon seolah melengkapi cerita berlatar dunia jurnalistik dengan fokus pasca terbongkarnya kasus itu dengan membidik tokoh yang hingga meninggalnya pada 1994 akibat stroke tetap meninggalkan silang pendapat tentang keterlibatannya dalam skandal Watergate.

“All the President Men” maupun “Frost/Nixon” merupakan dua buah film menarik yang menyuguhkan dunia jurnalistik, baik tentang kegigihan penggalian berita versus tohokan kamera.

Tidak ada komentar: