Kamis, 02 Juni 2011

The Other Woman

Pemain: Natalie Portman, Scott Cohen, Lisa Kudrow, Charlie Tahan
Sutradara: Don Roos
Penulis Skenario: Don Roos dan Ayelet Waldman
Produser: Abby Wolf-Weiss, Natalie Portman, Rena Ronson  
Waktu: 112 menit
(2011)


Menjadi wanita idaman lain yang berhasil mendapatkan kekasihnya dari istri resmi, ternyata belum menjamin kehidupan indah terjalani. 

Pengacara muda Emilia Greenleaf (Natalie Portman) jatuh cinta kepada senior di kantor tempat dia bekerja, Jack Woolf (Scott Cohen). Dimulai dari perselingkuhan di kota lain saat mereka dinas bersama, berlanjut dengan kehamilan Emilia dan akhirnya mereka menikah.

Emilia kemudian melahirkan bayi perempuan dinamakan Isabel yang lahir pada tanggal 27 Desember dan meninggal 3 hari kemudian.

Emilia pun berubah menjadi ibu rumah tangga yang dingin, punya amarah terpendam, dan kasar. Kadang emosinya tiba-tiba meluap dan melampiaskannya pada putra tirinya William, anak kandung Jack bersama istrinya terdahulu Carolyn.

Kemudian ada kekisruhan relasi antara mantan istri dan istri baru. Jalan cerita beralur kilas balik. Penonton secara eksplisit bisa membandingkan pada sosok Emilia yang muda, cantik dan penuh semangat kemudian berganti menjadi Emilia saat ini yang lusuh, tegang dan hidup dalam kondisi berhemat.

Hampir satu jam pertama film berjalan lambat lalu penonton ikut terhanyut dalam kerumetan kehidupan keluarga dan relasi antara Jack-Emilia-William-Carolyn, juga relasi ayah-ibu Emilia yang telah bercerai.

Film yang diangkat dari novel berjudul “Love and Other Impossible Pursuits” karya Ayelet Waldman ini menyodorkan sebuah rahasia yang terbuka kepada penonton menjelang akhir cerita. 

Yang cukup menarik dalam film drama ini adalah sosok Lisa Kudrow sebagai Carolyn, dokter kandungan yang dingin, mapan, dan penuh amarah terhadap si perebut suami. Karakter ini diperankan Lisa dengan sangat baik. Berbeda 180 derajat dari karakter Phoebe di serial televisi Friends.

Sebuah film yang sarat drama keluarga, tempo lambat, dan hikmahnya bagi penonton –khususnya perempuan- mengenalkan bahaya yang bisa dialami bayi baru lahir. Ancaman Sudden Infant Death Syndrome (SIDS) atau sindrom kematian bayi secara mendadak. Waspada pula terhadap kecelakaan terhadap bayi saat disusui akibat dekapan ibu yang terlalu ketat.






Jumat, 08 April 2011

Menjadi Cantik, Gaya & Tetap Kaya

Penulis : Prita H. Ghozie, SE, MCom, CFP
Halaman : 320 halaman
Penerbit : PT Elex Media Komputindo – Jakarta (2010)


Seiring era modern yang memungkinkan wanita memiliki profesi dan bekerja di perusahaan, kini mereka punya uang sendiri dan berhak membelanjakan uang tersebut sesuka hati.

Tapi kelebihan ini kalau tidak dibarengi pengetahuan finansial, membuat wanita terjebak dalam pola hidup konsumtif dan utang. Rayuan belanja dan tampil gaya memang menjadi ”kelemahan” wanita karena sudah menjadi naluri dasar seorang perempuan ingin tampil cantik dan menarik.

Perencana keuangan Prita H. Ghozie mengatakan tradisi masyarakat, khususnya negara timur, secara tidak sadar mengarahkan anak perempuan menjadi pembelanja. Contohnya: menemani ibu ke pasar atau arisan.

Padahal kondisi tubuh manusia akan berubah seiring bertambahnya usia. Harus kita sadari ada usia produktif (mencari uang) dan usia pensiun (saat menikmati hasil investasi dari uang yang dikumpulkan saat usia produktif). Selain itu harus sadar bahwa perempuan memiliki harapan hidup lebih panjang daripada pria.

Prita mengatakan untuk cantik, tidak hanya fisik. Kondisi keuangan pun akan mempengaruhi ’kesejahteraan’ Anda untuk senantiasa tampil cantik. Dia memaparkan  ’resep cantik’ yang terdiri dari 9 bab. Intinya supaya wanita modern selain mampu menghasilkan uang, juga handal dalam mengelola keuangan, lepas dari jerat utang, dan mengetahui investasi keuangan tanpa mengorbankan kebahagiaan pribadi maupun keluarga.

Buku perencanaan keuangan pribadi mungkin sudah banyak Anda temukan di toko buku belakangan ini.

Namun buku ini menjadi menarik karena khusus ditujukan kepada wanita. Selain itu tulisan berwacana lokal karena buku setebal 320 halaman ini ditulis oleh perempuan Indonesia sendiri sehingga terasa lebih sesuai dengan masalah yang dihadapi masyarakat disini.

Prita memaparkan dalam bahasa sederhana, meski kadang terjebak dalam bahasa lisan, seolah berdialog langsung dengan pembaca, namun pemaparan cukup gampang dicerna dan mengalir. Ia menggunakan contoh-contoh kasus dan mengutip beberapa pertanyaan yang pernah mampir ke rubrik konsultasi keuangan ia kelola di  tabloid Wanita Indonesia.

Kertas kerja untuk pengisian daftar kekayaan bersih, arus kas, atau pendapatan yang kita inginkan kontra realitas (maunya versus kenyataan) cukup menampar saya sebagai pembaca untuk berani menghitung pendapatan, pengeluaran, utang, kemudian berpikir tentang tabungan masa depan dan perencanaan keuangan pribadi.

Sayang, hingga buku ini habis rasanya contoh kasus kebanyakan seputar wanita dengan gaji Rp 5 juta ke keatas, gandrung spa atau tahu tas bermerek premium.

Padahal masih banyak wanita pekerja di Indonesia punya pendapatan sebesar Upah Minimum Regional dan bergelut di masalah yang sama: jeratan sale dan belanja konsumtif , namun ingin cerdas mengolah penghasilan yang berkejaran dengan angka inflasi, sekaligus sejahtera meski telah pensiun.

Sebagai patokan, Upah Minimum Regional (UMR) DKI Jakarta pada 2009 sebesar Rp 1.069.865,00 per bulan.  

Terlepas dari kritik diatas, buku ini cukup menarik dibaca dan menjadi satu referensi bagi kaum perempuan. Mulai dari wanita lulus kuliah yang baru terjun ke ke dunia kerja serta memperoleh penghasilan, ibu rumah tangga pengatur keuangan keluarga, ataupun single ladies yang ingin punya hari tua nyaman dan mapan. 

Senin, 07 Maret 2011

Wimbledon

Pemain: Paul Bettany, Kirsten Dunst, Sam Neill
Skenario: Adam Brooks, Jennifer Flackett, Mark Levin
Sutradara: Richard Loncraine
(2004)




Peter Colt (Paul Bettany), petenis profesional asal Inggris sudah kehilangan ambisinya. Di usia ke-31 tahun, dan turun dari rangking 11 ke 119 dari seluruh dunia, dia memutuskan akan menjadikan Wimbledon kali ini sebagai turnamen terakhir sebelum pensiun.

Ia sudah menyiapkan diri menjadi pelatih tenis disebuah klub elit.

Di saat yang sama, Lizzie Bradbury petenis muda asal Amerika Serikat baru pertama kali tampil di ajang Wimbledon dan haus kemenangan.

Lalu kejadian tidak sengaja mempertemukan Peter dan Lizzy. Peter salah masuk kamar hotel, dia memasuki kamar 1221 tempat Lizzy menginap. Kisah cinta pun mengalir diantara mereka bersamaan dengan penampakan sebuah komet.dalam hitungan dua minggu.

Sebenarnya Lizzy pernah melihat Peter di salah satu turnamen dan menjadi kebahagiaan tersendiri ketika dirinya punya kesempatan berkenalan.

Tapi halangan terjadi dari ayah Lizzy, Dannis Bradbury (diperankan oleh Sam Neill) yang overprotektif. Perasaan kasmaran menjadi semangat Peter mengejar kemenangan, namun hal sebaliknya terjadi pada Lizzy.

Sebuah hiburan ringan untuk melewatkan istirahat akhir pekan. Tak perlu karakter kompleks, atau kisah yang njlimet. Walaupun disayangkan akting Kirsten Dunst terasa datar. Kurang terlihat gejolak emosi sebagai Lizzy yang temperamental di lapangan berubah menjadi daddy’s little girl lalu bagai gadis remaja jatuh cinta.

Satu lagi menariknya film ini. Kalau Anda memang senang menonton pertandingan tenis, film ini mampu mengadopsi ketegangan menyaksikan kompetisi secara nyata.

Jika terasa seperti film Notting Hill (1999), Tim Bevan dan Mary Richards memang produser yang sama dengan film yang dibintangi Julia Roberts dan Hugh Grant. Si pria asal Inggris Raya sementara si wanita dari Amerika Serikat, kisah cinta rahasia yang kemudian terkuak oleh media, ada karakter naïf dimunculkan oleh adik Peter, Carl (James mcAvoy) sedangkan dalam Nothing Hill dari teman satu apartemen William Thacker, karakter utama yang diperankan oleh Hugh Grant.  

Selasa, 14 Desember 2010

The Ghost – Sang Penulis Bayangan


Pengarang     : Robert Harris
Penerjemah    : Siska Yuanita
Penerbit        : PT Gramedia Pustaka Utama (November – 2008)
Isi                : 320 halaman



“…. Hanya saja, kau tidak bisa mengubah keadaan dengan menjadi aktor. Cuma politikus yang bisa melakukannya.”

Demikian ucapan Adam Lang kepada sosok berjuluk Aku di suatu siang di Martha’s Vineyard. Siapa nama dari pria yang disebut “Aku” ini tidak pernah disebutkan dari awal hingga buku berakhir, karena dia hanya penulis bayangan dari Adam Lang.

Penulis bayangan atau ghostwriter adalah sebutan untuk orang yang berprofesi sebagai penulis professional yang dibayar untuk mendampingi penulis utama dalam proses penulisan buku. Tentu saja secara teknis, penulis pendamping ini memiliki kemampuan menulis dan editing yang baik, tapi namanya tidak tercantum di buku atau artikel sebagai penulis.

“Aku” direkrut untuk menulis autobiografi dari mantan Perdana Menteri Inggris, Adam Lang, yang sedang menghadapi tuduhan kejahatan perang. Buku autobiografi diharapkan menjadi satu-satunya cara membela diri di depan mata dunia.

Sang penulis bayangan menggantikan McAra, ajudan politik Adam Lang yang menjadi penulis memoar dan melakukan proses riset untuk buku tersebut.

Miliader Martin S. Rhinehart melalui perusahaan penerbitannya telah memberikan bayaran sebesar 10 juta dengan syarat memoar perdana menteri itu sudah terpajang di toko buku dalam waktu dua tahun. Bahkan, sengaja meminjamkan rumah peristirahatannya di Martha’s Vineyard agar proses penulisan berlangsung lancar.

Tapi McAra ditemukan tewas tenggelam, dan ternyata selama setahun pertama McAra sepertinya terlalu tenggelam dalam pengumpulan data. Dan pada saat yang berdekatan setelah kematiannya, Adam Lang tengah disorot dalam dugaan telah memberikan otorisasi illegal kepada pasukan khusus Inggris, Special Air Service (SAS) untuk menangkap 4 warganegara Inggris tersangka teroris al-Qaeda di Pakistan. Keempat orang tersebut kemudian diserahkan ke pihak CIA, Amerika.

Operasi semacam itu illegal dibawah hukum Inggris maupun internasional. Dan mantan menteri luar negeri Inggris yang dipecat Adam Lang 4 tahun sebelumnya, Richard Rycart, kini menjabat sebagai duta besar luar biasa PBB untuk Masalah-Masalah Kemanusiaan dan mengecam keras kebijakan luar negeri AS. Rycart berusaha untuk menyeret mantan bos-nya itu ke mahkamah internasional di Den Haag.

Ketika tuduhan dilayangkan dan bukti-bukti diyakini sudah dipegang, ini sekaligus pula menjadi momentum besar dan tepat untuk penerbitan buku Adam Lang.

Namun dalam proses pengerjaan buku, sang “hantu” menemukan terlalu banyak hal yang tidak sesuai, misalnya awal karir politik Adam Lang, kebijakan-kebijakan politiknya, termasuk dugaan keterlibatan badan intelijen negara asing.

Latar belakang Adam Lang pernah belajar Ekonomi di kampus Cambridge, pernah bergabung di tim sepak bola universitas sebagai pemain cadangan, dan memperoleh reputasi bagus sebagai aktor kampus, seolah tidak cukup menggiring minat Lang untuk kemudian tertarik ke dunia politik dan terjun kedalamnya.

Sang penulis bayangan kemudian tak hanya menyelesaikan tugasnya membuat buku autobiografi sang mantan perdana menteri. Tapi dia masuk kedalam proses memecahkan teka-teki dari kumpulan dokumen yang berhasil dikumpulkan McAra.

Novel The Ghost” atau dialihbahasa ke dalam bahasa Indonesia menjadi “Sang Penulis Bayangan” dikarang oleh Robert Harris dan diluncurkan di Inggris pada 2007. Lalu 3 tahun kemudian diangkat menjadi film berjudul The Ghost Writer (2010). Silahkan baca resensi filmnya disini.
  
Memang banyak buku-buku novel yang kemudian menjadi cerita film layar lebar. Biasanya pembaca yang telah lebih dulu melahap buku novel secara sengaja atau tidak akan membandingkan dengan filmnya.

Saya pribadi kebanyakan menonton filmnya ketimbang lebih dulu membaca bukunya. Dan menurut pendapat pribadi, cara ini lebih praktis dalam memahami alur cerita yang tersaji dalam bahasa gambar (baca: film).  Iya. Kelebihan novel memang membuat pembaca membangun imajinasi tersendiri tentang tokoh, lakon, suasana, hingga jalan cerita.

Tetapi baik buku maupun film unggul masing-masing dalam kapasitasnya. Untuk buku terjemahan ini mengalir lancar dengan dialog-dialog cerdas antar tokoh.

Bagi pembaca awam maupun memang berprofesi di bidang media atau berprofesi sebagai penulis, novel The Ghost memberikan informasi tentang dunia penulisan. Apalagi setiap awalan bab yang total terdiri dari 16 bab, terdapat kutipan tentang penulis bayangan diambil dari buku Ghostwriting karya Andrew Crofts (A & C Black, 2004). 

Pengarang buku, Robert Harris adalah pria kelahiran Nottingham, Inggris pada 1957, memang pernah menjadi wartawan BBC, kemudian menjadi editor politik Observer, kolumnis di Sunday Times dan Daily Telegraph. Kini dia termasuk salah satu penulis laris dari Inggris dimana hasil karyanya telah diterjemahkan kedalam 37 bahasa.

Penghargaan profesi pernah diperoleh bapak empat anak ini sebagai Columnist of the Year dari British Press Award pada 2003. (*)

Rabu, 01 Desember 2010

Zona Aman Goražde - Perang di Bosnia Timur 1992-1995


Penulis : Joe Sacco
Penerjemah : Desti J. Basuki dan Ary Nilandari
Penerbit : PT Mizan Pustaka (Cetakan I – Oktober 2010)



Buku bergenre novel grafis ini menyajikan sepenggal kisah nyata tentang perang etnis dan antar agama yang berlangsung di suatu kawasan di selatan Eropa pada tahun 1990-an.

Wilayah Yugoslavia yang terletak di semenanjung Balkan itu telah menoreh sejarah panjang, menjadi tempat perebutan pengaruh antara Romawi Barat yang Katolik dan Romawi Timur yang Ortodoks, berlanjut ke era Ottoman Turki yang beragama Islam, membawa pengaruh dalam etnis dan agama yang dianut.

Perubahan bentuk menjadi negara kerajaan pasca Perang Dunia I diikuti pembentukan negara boneka dibawah Hitler (era Perang Dunia II) ternyata belum sepenuhnya membentuk pikiran yang terbuka terhadap perbedaan latar belakang etnis dan agama.

Selama bertahun-tahun Presiden Josip Broz Tito membangun kembali persaudaraan negeri dibawah bendera komunisme untuk mengatasi perselisihan antar kelompok etnis dan agama, dengan membentuk sistem federal yang dibedakan berdasarkan etnisitas.

Sistem ini hancur setelah Tito meninggal. Selain itu awal 90-an ditandai berbagai peristiwa menandai berakhirnya negara-negara komunis, seperti runtuhnya Tembok Berlin pembatas antara Jerman Barat dan Jerman Timur, revolusi di Cekoslowakia yang menjadikan Vaclav Havel sebagai presiden terpilih, dan pecahnya Republik Sosialis Uni Soviet.

Setelah runtuhnya rezim komunis di Eropa Timur, Yugoslavia terpecah pada tahun 1991 menjadi negara berdiri sendiri yaitu : Kroasia, Slovenia, Bosnia-Herzegovina, Srpska (Serbia), Macedonia dan Montenegro.

Judul buku Goražde dikutip dari nama kota di Bosnia Timur dan menceritakan kondisi kota selama 3,5 tahun (1992-1995) saat etnis Serbia, di komik ini disebut “Chetnik” sebagaimana orang Bosnia menyebut mereka berdasarkan berlatar belakang sejarah, menyerang kawasan yang semula aman damai di tepi Sungai Drina ini.

Cerita diambil dengan sudut pandang orang pertama atau “Aku” berprofesi sebagai reporter asal Amerika Serikat (AS). Cerita dibuka pada musim gugur 1995, ketika Aku bersama sejumlah wartawan asing dan penduduk lokal Goražde menanti hasil perundingan damai antara Serbia-Bosnia yang difasilitasi AS di Dayton, nun jauh di benua Amerika.

Di kawasan dengan populasi 9.600 orang dan lebih dari 70 persen muslim, perjanjian ini berpengaruh terhadap masa depan mereka. Karena pihak Serbia menginginkan kawasan itu masuk dalam wilayahnya dan menukarnya dengan wilayah sekitar Sarajevo, ibukota Bosnia.

Kemudian cerita bergulir ke latar sejarah dan letak geografis yang memberikan pembaca informasi tentang akar kebencian antar etnis di negara pecahan Yugoslavia itu.

Bosnia merupakan salah satu pecahan negara Yugoslavia, bersama Slovenia, Kroasia, Serbia, Montenegro, Kosovo dan Makedonia.

Joe Sacco adalah reporter dan kartunis yang melakukan empat kali perjalanan ke Goražde pada akhir 1995 dan awal 1996. Sehingga tidak heran jika novel grafisnya ini menjadi sebuah cerita reportase dalam bentuk gambar.

Sehingga cerita kaya akan sudut pandang, seperti dari Edin, Riki, Dr. Alija Begovic, bahkan warga Serbia yang masih tinggal di Goražde. Adapula kisah dari Haso dan Nermin tentang pengalamannya berada di Srebrenica.

Kita bisa jadi terbelalak lalu tertawa ketika seorang perempuan beranjak dewasa yang tinggal di kawasan isolasi lebih butuh jeans untuk membalut kaki ketimbang makanan atau buku pelajaran. Emira penerjemah berusia 19 tahun ingin titip dibelikan jeans Levi’s seri 501 asli di Sarajevo. Harus asli! Namun ketika kehidupan terasa gelap dan bisa mati setiap saat, termasuk terkena tembak saat menjemur baju, mati berbalut celana jins to die for bisa jadi kenikmatan duniawi terakhir.

Buku yang diterbitkan pertama kali pada 2000 di AS, menyegarkan kembali ingatan kita akan sebuah perang yang bisa jadi hanya sekelebat berita di layar televisi pada masa kecil dulu.

Apalah arti Bosnia yang luasnya hanya lebih dari 51 ribu kilometer persegi bagi dunia internasional? Ketika Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) bersikap bertahan dengan mengatasnamakan azas netral dan prinsip perdamaian, menyayangkan sikap AS, Inggris dan Perancis sebagai anggota Dewan Keamanan PBB yang berlarut-larut dalam menghentikan kekejaman yang melanggar hak asasi, mari pembaca berkata inilah politik internasional.

Negara Paman Sam dibawah Presiden Bill Clinton ibarat seorang paman yang baru berteriak dan menjewer anak kecil bernama Serbia yang menyiksa hewan-hewan di ladang tetangga ketika hampir dua pertiga hewan di ladang mati.

Buku ini bukan menyuguhkan cerita ‘indah’ dengan  sapuan penuh warna. Wajah-wajah muram tidak ada garis ganteng ataupun cantik. Tapi ilustrasi hitam putih justru memperkuat alur cerita yang dramatis.

Secara pribadi saya sebagai pembaca buku sekitar 300 halaman ini ikut terbawa dalam suasana mencekam, haru, atau miris. Sebaliknya ikut terbawa lega dan bahagia ketika sinyalemen damai tercetus. 

Ketika menutup buku ini, pembaca bisa jadi menjadi seorang yang mendukung pluralisme dan anti pandangan fundamentalis yang sempit. Bisa jadi akan menguatkan sikap Anda menjadi lebih pro aktif melawan isu atau pandangan SARA nan ekstrim. Kesimpulannya, buku ini layak baca.

Novel grafis ini masuk kedalam buku kategori “D” atau Dewasa karena jalan cerita dan sajian gambar cukup eksplisit untuk menggambarkan kejadian perang. (*)

Rabu, 27 Oktober 2010

Antologi Puisi - Roket Pun Bersyair

Penggagas : Atik Bintoro

Penyunting : Khrisna Pabichara
Penerbit : Tekro Publishing – Bogor (Cetakan I-Juni 2010, Cetakan II-Agustus 2010)
Halaman : 72 + xii halaman



Menerbitkan buku tak selalu untuk menghasilkan uang. Ada alasan lain seperti memberikan informasi, pembelajaran dan kepuasan batin penulisnya. Buku juga bisa menjadi media pengenalan agar menumbuhkan minat pembaca terhadap suatu obyek.

Seperti buku Antologi Puisi – Roket Pun Bersyair ini memperkenalkan dan menumbuhkan minat terhadap ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek), roket dan satelit.

Rencana buku antologi puisi non komersil ini, yang digagas oleh Atik Bintoro Sani (Man Atek) bakal dibagikan ke masyarakat pada acara-acara yang berkaitan dengan roket dan satelit, dipublikasikan kepada komunitas sastra via milis.

Komunitas sastra atau penulis puisi yang kini terbangun melalui jejaring dunia maya sepertinya menyambut antusias. Buktinya dari rencana menampung 45 puisi, pada buku terbitan Tekro Publishing justru memuat 58 puisi. Total sebanyak 29 pemuisi menyumbangkan karyanya.

Untuk pembuatan tulisan dengan tema sudah ditentukan pasti mengundang kesulitan tersendiri bagi pesertanya, bagaimana menerjemahkan tema menjadi sebuah karya yang enak dibaca tanpa meninggalkan tema besar.  

Hasilnya menjadi sebuah antologi atau kumpulan puisi bergaya variatif. Ada yang menjadikan kata “roket” sebagai cantelan kata, wujud sebagaimana aslinya, dan adapula yang bersifat metafora.

Ambil contoh puisi “Di Perut Bunda Tiada Adenium yang Kupuja” dari Puti Sugih Arta samasekali tidak menyebut roket, dan berhasil melontarkan intepretasi pembaca.

Adapula yang bermain dalam singkat kata seperti Nisa Ayu Amalia dalam 2 karyanya. Coba simak “Pesan” yang sederhana, jenaka, tapi penutup yang touchy. Sebuah roket kembang api telah berhasil Nisa lontarkan, pecah di angkasa wusshh.. dan padam dibatas gravitasi.

Sementara karya Man Atek membuktikan bahwa pemuisi memang berada dalam dunia mesin roket dan satelit. 

Puisi-puisi dari Lailatul Kiptiyah juga bergaya khas dirinya yang jago dalam merangkai kata hingga menjadi kalimat menguntai dalam satu baris.

Beberapa puisi menghasilkan metafora romantis atau sains pada “Aku adalah Satelit Hatimu”, “Romansa Satelit”, “Sang Penakluk”, atau “Mata Angkasa”. Dan masih ada puisi lain yang mengagumi jagad raya, langit dan angkasa sebagai obyek ramuan puisi.

Masih ada nama lain yang kerap ditemukan karyanya di blog, milis Bunga Matahari, fordisastra, kemudian.com,  komunitas sastra lokal seperti Divin Nahb, St. Fatimah, Siu Elha, Atisatya Arifin, Gita Pratama, Dewi Retno Lestari Siregar, Edo Anggara, Putri Sarinande, Wory Kharisma, Arrizki Abidin, dan Khrisna Pabichara yang ikut berkontribusi dalam antologi ini.

Dengan ukurannya yang tipis dan seukuran buku saku sehingga mudah dibawa, kehadiran antologi ini membuktikan ranah sastra punya spektrum luas dan bisa memperkaya dunia iptek. 

Minggu, 24 Oktober 2010

Seri Buku Tempo: Bapak Bangsa – 4 Serangkai Pendiri Republik

Edisi Khusus Majalah Tempo 2001-2009
Tim Penyunting : Arif Zulkifli, Bagja Hidayat, Dwidjo U. Maksum, Redaksi KPG
Penerbit : KPG (Kepustakaan Populer Gramedia), Cetakan Pertama (September 2010)


Seandainya mesin waktu ada dan Seri Buku Tempo: Bapak Bangsa – 4 Serangkai Pendiri Republik menjadi media lompatan pindah masa, maka saya ingin meresap masuk dan muncul di Belanda, bertemu dengan pemuda Muhammad Hatta yang sedang menempuh pendidikan tinggi di Rotterdam, untuk duduk berdiskusi meresapi khazanah ilmunya yang kaya berkat banyak baca buku.

Ikut dalam rapat Indonesische Vereeniging pada 8 Februari 1925 untuk ikut menentukan bahwa nama tanah air saya berasal bernama “Indonesia”.

Jika saya belajar disiplin dan tepat waktu dari Hatta, maka dari Sutan Sjahrir akan belajar komunikasi dan bersosialisasi. Karakter gemar bergaul pula yang menyebabkan anak jaksa kelahiran Padang Panjang, Sumatra Barat ini percaya pada kekuatan diplomasi dan dia menjadi pelatak dasar politik bebas aktif yang kini dianut Indonesia.

Lalu saya belajar berdansa dari Sjahrir sembari membahas pemikiran para filsuf sosialis dari Karl Marx, Engels, Rosa Luxemburg, Karl Kautsky, Otto Bauer, dan Hendrik de Man.

Saya juga ingin berpetualang bersama Tan Malaka seperti film Catch Me If You Can. Bak Frank Abagnale Jr. yang diperankan oleh aktor Leonardo DiCaprio, Tan Malaka melanglang lintas negara, menyamar dan berganti nama. Jejaknya terekam dari Belanda, Jerman, Cina, Filipina, Singapura, Penang, lalu mampir ke pesisir Jawa tepatnya di Bayah.

Kemudian menjadi saksi hidup Proklamasi Indonesia yang dibacakan oleh Sukarno-Hatta pada 17 Agustus 1945, mendengarkan pidato Sukarno yang menggelorakan, bersorak atas Konferensi Asia Afrika, mengikuti sepak terjang pemerintahan di era kemerdekaan, menangis antri beli beras dan berbusana kain blacu, cemas akan gerakan pemberontakan dimana-mana, hingga Presiden Indonesia pun berganti orang.  

Namun ketika quantum leap saya selesai dan kembali ke masa kini, Sukarno hanya terlihat seperti Che Guevara. Wajah tampan Che, bertopi baret dan gayanya yang rebel, kini sebatas poster dan sablon kaus.

Sama halnya dengan Che, pemikiran Bung Karno tenggelam sebatas gambar wajah, patung dan daya tarik sebuah partai politik. Tapi apa pikiran beliau, rasanya perlu membuka buku ”Sukarno – Paradoks Revolusi Indonesia” dan buka halaman 66-76, kita bisa temukan rujukan untuk mencari sejumlah tulisan Sukarno dan tentang Sukarno bisa kita bongkar di perpustakaan setempat.

Buku Seri Bapak Bangsa juga membuka pikiran pembaca bahwa pada masa itu Sukarno bukan individu super yang membawa kemerdekaan Indonesia. Ada peran pemikiran jauh kedepan yang dipelopori Hatta, peran diplomasi Sjahrir dan jauh sebelumnya buah pikiran dan gaya revolusi Tan Malaka menginspirasi rakyat untuk merdeka dari penjajah.

Buku “4 Serangkai Pendiri Republik” merupakan kemasan ulang dari edisi khusus majalah berita mingguan Tempo yang mengambil tema dengan semangat khaul atau kelahiran 100 tahun tokoh nasional Indonesia.

Bagi pembaca setia majalah Tempo mungkin masih ingat bahwa media ini pernah menerbitkan edisi khusus dengan laporan utama membahas Sukarno (2001), Muhammad Hatta (2002), Tan Malaka (2008), dan Sutan Sjahrir (2009).

Terasa unik memang ketika majalah nasional dengan segmen berita membawa gaya jurnalisme-nya yang khas, bahasa yang mengalir, dan kekuatan ilustrasi grafis kedalam biografi tokoh yang berperan dalam membentuk negara Indonesia.

Hasilnya menjadi sebuah artikel sepanjang 50-200 halaman lebih yang mengulas seseorang tak hanya dari latar belakang dan kehidupannya yang turut membentuk pola pikir, petualangan sang tokoh hingga urusan asmara.

Jadilah sebuah kumpulan artikel yang ringan dan bersifat informatif. Seperti dikutip dari Kata Pengantar bahwa tujuan penerbitan buku ini memunculkan pesona sejarah, melalui pendekatan jurnalistik, sehingga ada unsur fakta dan data-data yang dibangun untuk merekonstruksi kepahlawan 4 tokoh pemikir bangsa.

Sebagaimana edisi khusus sebuah majalah tentu akan tampil lebih istimewa dan bisa menjadi benda koleksi. Namun jika dikemas sebagai buku tentu akan lebih fokus dan tentu saja buku ini bukan jenis sekali baca kelar. Melainkan bisa menjadi rujukan atau referensi yang memperkaya pemahaman kita tentang sejarah negeri sendiri.

Berikut ulasan singkat tentang setiap buku :


Sukarno – Paradoks Revolusi Indonesia :
Kemampuannya dalam menaklukkan perempuan sama menariknya dengan figur dirinya sebagai pemimpin. Sukarno adalah pribadi perlente, punya selera tinggi dan sadar mode, menyukai seni, bahkan pernah berkata, “membuat seniman itu susah, membuat insinyur itu mudah.”

Didalam buku ini adapula latar belakang putri Sukarno, Megawati Sukarnoputri mengikuti jejak politik ayahnya hingga sempat menjadi salah satu Presiden RI.

Bab lain di buku ini memuat buku-buku yang ditulis oleh Sukarno maupun yang membahas Sukarno.

Artikel tak selalu serius. Ada kisah jenaka pula. Misalkan apa perintah pertama Sukarno setelah menjadi Presiden pertama RI? Ternyata ketika pulang dari Jalan Pegangsaan Timur 56 menuju rumah, di tengah jalan Sukarno bertemu penjual sate. Lalu dia memesan satenya dan berarti keluarlah perintah pertamanya terhadap penjual sate, yaitu, Sate ayam lima puluh tusuk,” lalu Sukarno jongkok di dekat selokan, menyantap sate dengan lahap.


Hatta – Jejak yang Melampaui Zaman :
Dalam “Hatta-Jejak yang Melampaui Zaman” yang terbit setahun setelah laporan khusus tentang Sukarno, terlihat tim Tempo lebih matang dalam mengolah bahan hingga menampilkan biografi dalam beberapa artikel yang saling menyambung.

Membahas tentang Sukarno tentu tidak lengkap tanpa Muhammad Hatta karena mereka berdua adalah Dwi Tunggal Proklamator atau dua tokoh proklamator kemerdekaan Republik Indonesia.

Buku Bapak Bangsa seri Hatta menampilkan sosok wakil presiden pertama RI secara kronologis dan runut. Bab didalam buku memuat tentang kelahiran dan latar belakang keluarga, pembentukan karakter, perkawinannya, hingga artikel semacam behind the scene (cerita dibalik layar) Jaap Erkelens dalam sesi susahnya mengumpulkan kembali foto-foto bung Hatta.

Melalui buku sebanyak xix dan 172 halaman saya sebagai pembaca menemukan sosok Hatta lebih sekadar “Bapak Koperasi Indonesia” sebagai sebutan kepada Bung Hatta seperti yang saya pahami sejak belajar Sejarah dan Ekonomi di bangku sekolah menengah.


Sjahrir – Peran Besar Bung Kecil :
Pandai menggocek bola dan mahir bermain biola. Pemuda Sjahrir adalah pria allrounded. Cerdas meski minatnya beralih ke hal-hal diluar bidang  akademis, mumpuni secara seni dan olahraga meski dia gagal mengantungi gelar sarjana dari Fakultas Hukum Universiteit van Amsterdam.

Bagian penting latar belakang pengangkatan Sutan Sjahrir menjadi Perdana Menteri Indonesia, dan kontroversi timbulnya jabatan ini. Dalam buku ini juga diulas peran Sjahrir memperkenalkan Indonesia pada awal kemerdekaan di dunia internasional. Ada juga satu bab di buku mengangkat kehidupan pribadi Sjahrir.

Hanya pada foto halaman 43 dengan caption “Presiden Sukarno berdiskusi dengan Sjahrir, 1946. Sering berbeda pendapat” saya melihat didalam foto itu sepertinya bukan Presiden Sukarno, melainkan Bung Hatta yang tengah berdiskusi dengan Sjahrir.  


Tan Malaka – Bapak Republik yang Dilupakan :

Buah pikiran Ibrahim Datuk Tan Malaka yang dituangkan dalam berbagai buku menjadi bacaan wajib tokoh kemerdekaan seperti Sukarno, Hatta dan Sjahrir. Ia juga mencetuskan sekolah rakyat dan pernah memimpin Partai Komunis Indonesia.

Sayang, kisah hidupnya berakhir tragis sebagaimana tanggal kelahirannya tak diketahui. Makamnya sampai hari ini tidak jelas dan perlu izin Departemen Sosial untuk bongkar makam dan melakukan tes DNA.

Buku ini mengupas kisah hidup Tan Malaka khususnya tentang masa sekolah, perjalanan terbentuknya ajaran Marxisme-Leninisme dan pro kaum proletar pada dirinya, serta kisah cinta pria yang selama hidupnya tidak pernah menikah ini.

Adanya komik strip 2,5 halaman Satu Wajah Seribu Nama yang menceritakan perjalanan pelarian dan penyamaran Tan Malaka dari satu lokasi ke lokasi lain hingga lintas negara, memudahkan pembaca memahami jalur pelarian Tan Malaka.

Pada bab terakhir terangkum beberapa tulisan sosiolog, ahli sejarah dan penulis buku tentang Tan Malaka dalam bentuk Kolom tulisan.